Assalamu'alaikum. Wr. Wb.
Agan/aganwati dimanapun anda berada, kali ini ane share dah profil kereta api BIMA. Kereta ini ane pernah naiki sewaktu kelas 5 sd gan, dah lama banget, hehe..ngomong2, ini ane ambil dari wikipedia gan (copas lagi), bukan ane sendiri yang nulis.. *maaf* hehe. Oke, cekidoott..
Kereta api Bima adalah kereta api kelas eksekutif satwa sekelas argo yang dioperasikan
PT Kereta Api Indonesia (Persero) di Pulau Jawa dengan jurusan
Stasiun Gambir (GMR) -
Stasiun Surabaya Gubeng (SGU) dan
Stasiun Surabaya Gubeng (SGU) -
Stasiun Malang
(ML) dan sebaliknya dengan melewati jalur selatan. Meskipun kelas
satwa, KA Bima adalah KA Eksekutif sekelas Argo dan menggunakan kereta
Argo, dalam hal ini adalah KA eks-Argo Bromo (K1 0 95
xx JAKK).
Kereta api Bima pertama kali diluncurkan pada tanggal
1 Juni 1967[1]; mengawali sejarah pengoperasian kereta api berpengatur suhu ruangan/
Air Conditioner bersistem Modern di Indonesia. KA ini melayani perjalanan koridor
Jakarta -
Surabaya lewat Purwokerto,
Yogyakarta, Solo, dan Madiun.
Asal-usul nama
Nama
Bima merupakan singkatan dari
Biru Malam, karena,
pada awal peluncurannya, rangkaian kereta api ini bercat biru dan
beroperasi pada malam hari. Selain itu, kata Bima dianalogikan pula
dengan nama dari salah satu tokoh
Mahabharata,
Bima
yang memang digambarkan memiliki karakter tubuh tinggi besar, kokoh,
kekar, kuat dan pemberani. Karakter itu dilekatkan pada KA Bima untuk
menggambarkan kehandalan perjalanan dan kualitas pelayanannya yang
selalu siap dalam berbagai keadaan.
Sejarah
Kereta tidur
KA Bima ini diresmikan pada tanggal 1 Juni 1967 dengan menggunakan gerbong tidur berwarna biru buatan pabrik Görlitz Waggenbau,
Jerman Timur dan menjadi KA pertama yang menggunakan gerbong pembangkit (DPPW). Awalnya peta rute KA ini mengikuti arah pendahulunya,
Bintang Sendja. Yaitu, setelah dari
Jakarta Gambir melewati
Cirebon, kemudian melewati
Semarang, kemudian menuju
Kedungjati dan
Solo Jebres serta
Madiun dan
Jombang, hingga akhirnya tiba di
Surabaya. Tetapi, beberapa minggu berikutnya, rute KA diubah hingga melewati
Purwokerto dan
Yogyakarta, hingga sekarang.
Selama dekade
1960-an hingga awal
1980-an, KA Bima beroperasi dengan
stamformasi (urutan rangkaian): satu buah lokomotif (berstriping/
livery hijau-
kuning PNKA/PJKA),
dua gerbong SAGW (eksekutif kelas I), dua gerbong SBGW (eksekutif kelas
II), satu gerbong FW (makan), dan satu gerbong DPPW (pembangkit)
plus
satu gerbong barang; semua gerbong berwarna biru tua. KA ini menjadi KA
eksekutif AC pertama di Indonesia dan menjadi KA yang populer. Ada
kebanggan tersendiri (prestisi) bagi siapa pun yang pernah menaiki KA
Bima. Apalagi pada masa itu, kenyamanan moda transportasi lain tidak
mampu menyamai kenyamanan yang ditawarkan KA Bima. Kualitas pelayanan KA
Bima sekelas dengan
hotel berbintang, sehingga menghemat biaya akomodasi dan transportasi sekaligus. KA Bima juga menghiasi berbagai media.
KA Eksekutif
Rupanya selama tahun
1967-
1984
menjadi masa-masa indah KA Bima sebagai KA tidur. Akan tetapi, dengan
alasan sosial daripada alasan finansial, gerbong SAGW akhirnya dihapus.
Sebagai persiapan, PJKA akhirnya mengimpor dua rangkaian gerbong
eksekutif buatan pabrik
Arad,
Rumania, bernomor seri K1-847
xx (dibuat tahun
1984, nomor baru: K1 0 84
xx[catatan 1]).
Rangkaian gerbong ini difungsikan untuk mengganti gerbong SAGW yang
berhenti beroperasi. Gerbong ini adalah gerbong dengan tempat duduk,
tidak seperti gerbong SAGW-nya Görlitz yang merupakan gerbong tidur.
Gerbong Arad ini dirangkai bersama gerbong SBGW. Sementara itu, sisa
gerbong tidur SAGW sempat dipakai sebentar di layanan PJKA lainnya,
seperti kereta api
Mutiara Utara,
Senja, atau
Mutiara Selatan
sebelum diistirahatkan. Tiga di antaranya menjadi gerbong kenegaraan,
kini menjadi gerbong pariwisata, antara lain Nusantara, Bali, dan
Toraja.
Gerbong K1-847
xx ini diyakini sebagai gerbong eksekutif
terburuk yang pernah dimiliki oleh PJKA. Akibatnya, pada saat itulah,
menurunlah kualitas pelayanan KA Bima. KA Bima tetap menggunakan
stamformasi K1 dan SBGW (KT-677
xx) hingga akhir dekade
1980-an, dan setelah awal dekade
1990-an,
SBGW berhenti beroperasi. Gerbong SAGW dan SBGW diubah menjadi gerbong
eksekutif duduk dengan menghilangkan tempat tidur dan menggantinya
dengan tempat duduk. Sistem penomoran SAGW dan SBGW diubah menjadi K1-67
xxx (nomor baru: K1 0 67
xx).
Peran SBGW kemudian digantikan oleh gerbong kuset (
couchette). Gerbong ini dimodifikasi dari gerbong
ekonomi buatan pabrik
Nippon Sharyo yang sudah ada sejak
1964 dengan menambahkan AC, sekat ruangan, dan memasang tempat tidur yang paten. Namun, hingga tahun
1995,
kebijakan Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) yang lebih mengejar
okupansi daripada kualitas layanan membuat era gerbong tidur telah
berakhir. Akhirnya, KA Bima berubah menjadi gerbong eksekutif biasa.
Regenerasi
Pada tahun
1995, lahirlah KA Argo, yakni
Argo Bromo JS 950 dan
Argo Gede (semua gerbong bernomor BP/M1/K1 0 95
xx).
Keberadaan kereta-kereta api ini menggeser layanan KA Bima dari posisi
puncak kereta unggulan. Para penumpang lebih memilih KA Argo karena
waktunya yang lebih cepat (Argo Bromo 9 jam, Bima 13 jam). Rute Argo
Bromo yang melewati lintas utara (Pantura) ini mengikuti pendahulunya,
Mutiara Utara dan
Suryajaya, dan melewati kota besar seperti
Semarang dan
Bojonegoro, tidak seperti KA Bima yang melewati
Purwokerto dan
Yogyakarta yang terkesan lebih jauh.
Faktor lain yang mengakibatkan Argo Bromo lebih cepat adalah penguatan
bantalan rel
lintas Pantura yang sudah direncanakan sebelumnya (yang dahulu
bertekanan gandar rendah karena sebagian merupakan bekas jalur trem).
Dengan begitu, KA Argo Anggrek bisa dilalui oleh lokomotif besar (
CC203
saat itu) dengan kecepatan penuh 120 km/jam. Selama bertahun-tahun KA
Bima sudah makin terlupakan. Pilihan mereka justru tertuju kepada KA
semacam Argo Bromo atau Sembrani. Perjalanan KA yang lama dan jauh
mengakibatkan orang kurang tertarik naik KA Bima.
Akan tetapi, kemunculan
Argo Bromo Anggrek produksi
PT Inka tahun
1997 (P/K1/M1 0 97
xx)
membuat armada Argo Bromo menjadi surplus. Maka rangkaian Argo Bromo
dialihkan kepada KA Bima. Namun, gerbong Argo eks-JS 950 ini terkadang
bisa dipakai untuk lintas utara lagi jika gerbong Anggrek mengalami
masalah. Hal ini disebabkan karena jumlah gerbong Anggrek sangat
terbatas serta kerjanya berlebihan sehingga mudah rusak. Kemunculan
gerbong Anggrek tambahan tahun
2001 (P/K1/M1 0 01
xx) mengakibatkan gerbong JS 950 mulai tahun 2002 dipakai seterusnya untuk KA Bima, hingga saat ini.
Pada awal tahun
2014, KA Bima kini diperpanjang rutenya hingga
stasiun Malang. Pada tanggal
1 Juni 2014
KA Bima diubah nomor gapekanya dari 33-34 menjadi 41-42. Namun ada yang
menyebutkan bahwa KA Bima memiliki nomor gapeka 41-42 (Gambir-Surabaya
Gubeng pp) dan 43-44 (Surabaya Gubeng-Malang Kota Baru pp).
Lokomotif
KA Bima semasa ditarik CC204.
Semasa PNKA-PJKA, ada beragam lokomotif yang paling sering digunakan, seperti
BB200,
BB201, atau
CC200. Bagi sebagian orang,
BB301 lebih identik dengan awal-awal operasi KA Bima. Walaupun pada tahun
1977 muncul lokomotif
CC201 buatan
General Electric
yang juga pernah menarik KA Bima, namun BB301 adalah loko yang paling
sering digunakan untuk menarik KA Bima. Namun, seiring menurunnya
kemampuan lokomotif BB301, pada tahun
1990, akhirnya CC201 dioperasikan sebagai loko favorit KA Bima.
Mulai pada tahun
1995, lokomotif
CC203
didatangkan sebagai penarik KA eksekutif, mengganti CC201 yang saat itu
turun pangkat. Akhirnya CC203 menjadi andalan KA Bima. Namun, sejak
hadirnya
CC204, CC203 dan CC204 menjadi andalan KA Bima. Namun, mulai tahun
2013, lokomotif
CC206 telah menggantikan CC203 dan CC204 menjadi andalan KA Bima dan KA eksekutif lainnya juga.
Sebagai KA eksekutif unggulan, KA Bima selalu menggunakan lokomotif yang terbaru, dalam hal ini adalah CC206.
Kelas dan rangkaian
Di awal pengoperasiannya, KA Bima dilengkapi dengan
kereta berfasilitas tempat tidur kelas I (SAGW) dan kelas II (SBGW)
dan eksterior kereta yang sengaja dicat dengan warna biru. Seiring
waktu, kereta tidur mulai diganti dengan kereta bertempat duduk. Sejak
tanggal
9 Juni 1990
KA Bima mengalami perubahan interior menjadi kereta kelas eksekutif
dengan tetap dilengkapi fasilitas pendingin ruangan (AC) dengan
menghapus fasilitas kereta bertempat tidur. Tetapi, kereta tidur (
couchette) digunakan sampai tahun 1995 dan akhirnya dihilangkan.
Perubahan layanan dilakukan lagi sejak tanggal
1 Agustus 2002 dengan mengganti rangkaian kereta api Bima dengan rangkaian kereta api sekelas Argo (eks-Argo Bromo JS-950, kode K1 0 95
xx)
dengan kapasitas angkut sebanyak 300 - 400 orang (membawa rangkaian 6 -
8 kereta kelas eksekutif). Rangkaian KA Bima terdiri dari 6 - 8 kereta
kelas eksekutif argo (K1), 1 Kereta Makan Eksekutif (KM1), 1 Kereta
Pembangkit Listrik (P), dan 1 Kereta Bagasi (B). KA eks-Argo Bromo yang
digunakan Bima memiliki ciri khas yaitu AC yang kotak (buatan 1995),
berbeda dengan KA Argo setelahnya (buatan 1996 yang AC-nya berbentuk
lebih mengikuti lengkung atap tapi agak kotak, dan buatan 1998-2002 yang
AC-nya berbentuk melengkung). Meskipun begitu, terkadang KA Bima
memakai KA Argo generasi kedua atau KA Retrofit jendela pesawat.
Stasiun
Perjalanan
Gambir -
Surabaya Gubeng -
Malang melalui Lintas Selatan ditempuh dalam waktu kurang lebih 13 jam dan berhenti di stasiun
Jatinegara (arah ke Jakarta),
Jatibarang,
Cirebon,
Purwokerto,
Yogyakarta,
Solo Balapan,
Madiun,
Jombang,
Mojokerto,
Surabaya Gubeng,
Sidoarjo,
Bangil,
Lawang,
Malang. Selain itu, banyak penumpang KA Bima yang melanjutkan perjalanan ke
Denpasar,
Jember,
Pasuruan,
Probolinggo dan
Banyuwangi dengan menggunakan
Kereta api Mutiara Timur.
Pada pagi harinya, rangkaian KA Bima yang berada di Surabaya
digunakan untuk trayek Surabaya - Malang. Sedangkan KA Bima yang berada
di Jakarta diistirahatkan di Manggarai untuk diberangkatkan kembali pada
sore hari.
Jadwal perjalanan
Jadwal Perjalanan KA Bima Mulai 1 Juni 2014
Semoga bermanfaat :D
Lukman Hg.